Karena kita sering menggunakan perjanjian dalam hubungan bisnis,  sudah barang tentu perlu kita pahami bahwa setiap perjanjian itu ada asas atau dasarnya. Maksudnya, kalau kita melakukan sebuah perjanjian maka  sesungguhnya ada prinsip yang melekat pada perjanjian itu sendiri.

Pengetahuan tentang asas atau dasar dalam perjanjian itu penting sekali yang akan membuat kita paham kalau sebenarnya perjanjian itu begini, atau begitu.
Asas-asas dalam perjanjian, sumber gambar: asevysobari.blogspot.com


Di dalam hukum perdata misalnya, ada beberapa asas dalam perjanjian yaitu: asas kebebasan berkontrak, asas kepastian hukum, asas konsensual, asas itikad baik dan asas kepribadian.

Mari kita kuliti satu persatu.

Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)

Maksud asas ini adalah kalau kita membuat sebuah perjanjian, maka kita bisa membuat perjanjian apa saja. Tidak tergantung pada penguasa atau pemerintah, dan sama sekali tidak membutuhkan persetujuan mereka. 

Begitulah dasar atau prinsip perjanjian dalam hukum perdata. Kita mau membuat perjanjian kerja, perjanjian sewa mobil, perjanjian jual beli, dan lain sebagainya dijamin oleh undang-undang tanpa harus terlebih dahulu melapor kepada otoritas berwenang seperti pemerintah.

Bebas sebebas-bebasnya!

Tapi meski bebas dalam membuat perjanjian, ada beberapa pakem yang tidak boleh kita langgar yaitu: 1) perjanjian yang kita buat tidak dilarang oleh undang-undang, 2) tidak betentangan dengan ketertiban umum,  dan 3) tidak melanggar asusila.

Kalau di dalam perjanjian yang kita buat bisa mematuhi ketiga pakem di atas artinya perjanjian telah dijamin oleh hukum atau undang-undang di Indonesia.

Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)

Asas kepastian hukum dalam perjanjian ada dalam rangka melindungi para pihak. Dengan adanya asas kepastian hukum semua orang tidak takut untuk membuat perjanjian dengan orang lain. 

Jadi semua perjanjian yang kita buat dengan siapapun ada kepastian hukumnya, bisa dimintakan keadilannya.

Misalnya seorang hakim—atas dasar asas kepastian hukum—dapat memaksa pihak yang melanggar perjanjian untuk melaksanakan isi atau kesepakatan-kesepakatan yang ada di dalam perjanjian, yang sudah disepakatinya dulu. 

Hakim juga bisa memerintahkan atau memutuskan pihak yang melanggar untuk melakukan ganti rugi.
 
Asas Konsensual (consensualism)

Konsensual berasal dari konsensus yang berarti kesepakatan. Dengan adanya asas konsensual atau konsensualisme dalam perjanjian, maka perjanjian yang disepakati secara lisan pada saat itu diucapkannya telah membentuk perjanjian yang sepenuhnya mengikat para pihak. 

Oleh sebab itu dapat dipahami kalau ucapan saja secara hukum bisa dipertanggungjawabkan.

Sama halnya seperti asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme juga punya batasan. Maksudnya, ada beberapa perjanjian yang harus ditulis alias tidak cukup jika hanya diucapkan, seperti: perjanjian jual beli tanah, perjanjian wakaf, perjanjian damai, hibah, dan pertanggungan (asuransi).

Asas Itikad Baik

Di dalam membuat sebuah perjanjian hendaknya para pihak memiliki itikad baik, tidak ingin tipu-tipu atau disembunyikan, yang bisa merugikan pihak yang lain jika perjanjian tersebut sudah dibuat. 

Dengan adanya asas itikad baik sesungguhnya di dalam perjanjian tidak ada tempat untuk saling merugikan. Misalnya saja perjanjian utang piutang, sejak diucapkannya ternyata ada niatan untuk tidak membayar utang dan lain-lain.

Terakhir adalah asas Kepribadian

Asas kepribadian atau pribadi dimaksudkan bahwa perjanjian hanya mengikat para pihak sebagai pribadi (baik manusia atau badan hukum). Artinya orang yang tidak ikut dalam perjanjian tersebut tidak dapat dilibatkan atau dituntut hak dan kewajibannya.

"Kamu dan aku yang membuat perjanjian berarti cuma aku dan kamu yang harus menjalankannya"
Rangkuman:
Jadi, asas di dalam sebuah perjanjian ada banyak yaitu asas kebebasan berkontrak, asas kepastian hukum, asas kepribadian, asas konsensualisme dan asas itikad baik.


Cek: Pengertian Perjanjian dalam Hukum Perdata