Berkembangnya bisnis keuangan yang berprinsip syariah seperti bank syariah sudah tentu dihadapkan juga dengan adanya kemungkinan-kemungkinan yang timbul dari kerjasama tersebut (baca: nasabah dan bank).

Salah satu kemungkinan itu misalnya terjadinya konflik kepentingan antara pihak bank dan nasabah yang lazim disebut—dalam undang-undang perbankan syariah—sengketa bank syariah.

Penyelesaian Sengketa, sumber gambar: www.tdpsolicitors.co.uk
Di dalam perbankan syariah atau bank syariah jika terjadi sengketa antara dua pihak yaitu nasabah dan pihak bank, maka penyelesaiannya dapat melalui dua jalur.

Seperti yang telah diamanatkan pada Pasal 55 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yaitu melalui jalur litigasi dan non litigasi.

Jalur litigasi  menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah berupa pengadilan dalam lingkup peradilan agamatelah dikuatkan juga dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/UU-X/2012 atas pengujian pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) undang-undang perbankan syariah.

Sedangkan menyelesaikan sengketa bank syariah pada jalur non litigasi melalui beberapa forum yaitu melalui forum musyawarah, mediasi perbankan, dan melalui badan arbitrase syariah nasional (basyarnas) yang sedang kita bahas pada tulisan ini.

Arbitrase Syariah sebagaimana yang dikehendaki oleh Undang-Undang Perbankan Syariah sebagai salah satu forum penyelesaian sengketa masih berpayung pada Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Hal ini karena undang-undang yang mengatur tentang Arbitrase Syariah belum ada. 

Tidak ada yang salah jika undang-undang tersebut digunakan—dalam penyelesaian sengketa bank syariah—apabila redaksi dan substansinya tidak bertentangan dengan hukum Islam.

Sebagaimana diketahui bahwa di dalam Islam hukum harta kekayaan (muamalat) boleh dijalankan dengan inovasi apapun termasuk kegiatan penyelesaian sengketanya yang menggunakan arbitrase. 

Asalkan dengan catatan bahwa di dalam penyelesaian sengketa bank syariah—tidak bertentangan dengan al-Quran dan Hadis.

Sebelum lahirnya undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama pun sebenarnya arbitrase syariah sudah eksis di dalam banyak fatwa Majelis Ulama Indonesia yang khusus membidangi masalah produk-produk lembaga keuangan dan pengawasan yang berlabel syariah.

Hal itu dapat ditemukan misalnya pada fatwa DSN-MUI tentang mudharabal al-mustarakah, wakalah bil ujrah dan lain-lain yang di dalamnya memuat penyelesaian sengketa melalui arbitrase syariah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyelesaian sengketa Bank Syariah melalui arbitrase memiliki kedudukan yang dijamin oleh Fatwa DSN-MUI, Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketanamun tetap berlandaskan pada hukum Islam atau Syariah.

Rangkuman
Penyelesaian sengketa bank syariah menurut UU perbankan syariah dapat diselesaikan melalui dua jalur yaitu pengadilan dan luar pengadilan (arbitrase). Dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase berpedoman pada UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Namun dengan catatan tidak melanggar larangan yang ada dalam al-Quran dan hadis.